Jumat, 08 April 2011

Franchise

Franchise merupakan sistem pemasaran barang atau jasa dan atau teknologi yang didasarkan pada kerjasama yang erat dan terus menerus antara para pelaku (franchisor dan franchisee) yang terpisah baik secara hukum maupun keuangan, dimana franchisor memberikan hak (untuk menggunakan merek dagang dan atau merek jasa, metode teknis, dan sistem prosedural dan atau hak milik intelektual) kepada franchisee dengan dukungan bantuan teknis dan komersial, serta untuk semua hal tersebut franchisee dibebani kewajiban untuk melaksanakan bisnisnya sesuai dengan konsep dari franchisor dan membayar biaya yang ditetapkan.

            Franchisor dan franchisee dalam mengatur hubungannya seringkali mewujudkan dalam suatu perjanjian tertentu. Perjanjian dalam hukum Indonesia tunduk pada pengaturan buku hukum III KUH Perdata, karena itu franchise merupakan kerjasama bisnis yang tunduk pada pengaturan buku III KUH Perdata. Ada sejumlah asas-asas hukum penting yang dikenal dalam ilmu hukum pada umunya, selain itu hukum perjanjian memuat beberapa asas yang penting pula, oleh sebab itu kerjasama bisnis franchise hendaknya didasarkan pada 6 asas yaitu :

1.   Asas Keseimbangan
Asas ini menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu. Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan. Franchisor dinilai mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi namun franchisor memikul pula beban melaksanakan perjanjian itu denga itikad baik. Kedudukan franchisor yang kuat apabila diimbangi pula dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik, maka kedudukan franchisor dan franchisee dapat seimbang. Asas keseimbangan menekankan pada keseimbangan antara hak dan kewajiban dari para pihak secara wajar dengan tidak membebani salah satu pihak saja (Dupa Andyka S. Kembaren, 2009). 
  
2.   Asas Konsesualitas
Menurut asas konsesualitas, maka perjanjian sudah dianggap ada saat tercapainyakesepakatan tentang hal-hal yang diperjanjikan. Asas ini perlu diperhatikan dalam hal akan memperbaharui perjanjian lama perlu ditentukan kembali dalam perjanjian pembaharuan.

Hal ini dapat menimbulkan persengketaan karena suatu syarat yang telah disepakati dalam perjanjian terdahulu padahal syarat tersebut mengalami perubahan maka secara otomatis kesepakatan terdahulu akan berlaku kembali padahal syarat tersebut tidak ingin dipertahankan (Dupa Andyka S. Kembaren, 2009).

3.   Asas Itikad Baik
Persetujuan tersebut harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang cukup panjang. Oleh karena itu, maka kedua pihak harus menjunjung tinggi asas ini sehingga baik hak maupun kewajiban yang harus diberikan kepada franchisor dengan baik serta itikad baik (Dupa Andyka S. Kembaren, 2009).

4.   Asas Kerahasian
Asas ini menurut Rooseno, pada dasarnya mewajibkan kepada para pihak (franchisor dan franchisee) untuk menjaga kerahasiaan data ataupun ketentuan-ketentuan yang dianggap rahasia, misalnya trade-secret­ know-how  atau resep makanan / minuman dan tidak dibenarkan untuk memberitahukan kepada pihak ketiga, kecuali undag-undang menghendakinya.

          Asas kerahasiaan ini merupakan hal yang esensial dalam suatu perjanjian frinchise. Pada dasarnya bisnis dengan pola franchise sangat mengandalkan cirri khas dari suatu produk barang / jasa.

          Sehingga apabila unsur kerahasiaan dari trade secret know-how tidak dijaga dengan baik hal ini akan merugikan franchisor karena mengakibatkan cirri khas dari franchise yang ada diketahui oleh pihak ke 3.

          Lolosnya informasi yang sangat penting dapat mengakibatkan kerugian baru bagi franchisor karena menimbulkan competitor/pesaing baru dalam bidang bisnis yang sama (Dupa Andyka S. Kembaren, 2009).

5.   Asas Persamaan Hukum
Asas ini menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan, walaupun ada perbedaan kulit, bangsa, budaya, kekayaan, kekuasaan, jabatan dan lain-lain.

          Masing-masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua pihak untuk menghormati satu sama lain.

          Asas ini penting terutama dalam perjanjian franchise yang bersifat internasional, karena dalam perjanjian franchise internasional pihak-pihak yang terlibat terdiri dari subjek-subjek hokum yang berlainan baik Negara, kewarganegaraan maupun geografis (Dupa Andyka S. Kembaren, 2009).

6.   Asas Kebebasan Berkontrak
Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian franchise merupakan perjanjian yang namanya tidak dikenal oleh undang-undang namun diatur sesuai pasal 1338 KUH Perdata (Dupa Andyka S. Kembaren, 2009).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar